Bank Sentral Myanmar Bantah Laporan PBB soal Transaksi Senjata
2 min readDalam pernyataan yang dipasang di sebuah surat kabar junta militer hari Sabtu (29/6), Bank Sentral Myanmar menyampaikan “keberatan keras terhadap laporan Pelapor Khusus HAM PBB untuk Myanmar.”
Ditambahkan, “Laporan PBB tersebut sangat merugikan kepentingan warga sipil Myanmar dan hubungan antara Myanmar dan negara-negara lain.”
Pelapor HAM PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, pada Rabu lalu (26/6) melaporkan meskipun upaya internasional untuk mengisolasi junta tampaknya telah mengurangi kemampuan membeli peralatan militer, junta militer itu masih mengimpor senjata, teknologi penggunaan ganda, peralatan manufaktur, dan bahan lainnya senilai US$253 juta, dalam 12 bulan terakhir hingga Maret lalu.
Laporan itu mengatakan untuk melaksanakan pembelian itu, Myanmar mendapat bantuan dari bank-bank internasional, termasuk dari Thailand.
Menghadapi tantangan terbesarnya sejak kudeta tahun 2021 terhadap pemerintahan pemenang Nobel Aung San Suu Kyi, militer Myanmar terjebak dalam berbagai konflik intensitas rendah dan berjuang untuk menstabilkan ekonomi yang sedang menuju kebangkrutan.
Negara-negara Barat telah menjatuhkan berbagai sanksi finansial terhadap militer Myanmar, bank-bank, dan bisnis-bisnis terkait.
Bank sentral mengatakan bahwa bank-bank lokal dan internasional yang terlibat dalam transaksi dengan Myanmar telah menjalani uji tuntas yang komprehensif untuk semua hubungan bisnis dan transaksi. “Transaksi keuangan tersebut hanya untuk mengimpor barang-barang penting dan kebutuhan dasar bagi warga sipil Myanmar, seperti obat-obatan dan pasokan medis, pasokan pertanian dan peternakan, pupuk, minyak nabati, dan bahan bakar,” tambah pernyataan itu.
Laporan PBB itu mengatakan ekspor dari Singapura anjlok dari US$110 juta pada tahun 2022 menjadi sedikit di atas US$10 juta pada tahun 2023. Tetapi perusahaan-perusahaan di Thailand mengisi kesenjangan itu dengan mengiirimkan senjata and material lain bernilai US$120 juta, dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Kementerian Luar Negeri Thailand, dalam sebuah pernyataan tertulis Kamis lalu (27/6) mengatakan institusi perbankan dan keuangan negara itu mengikuti protokol sebagaimana pusat keuangan utama lainnya; dan menambahkan bahwa pemerintah akan mengkaji laporan pelapor khusus PBB itu. [em/jm]